Sabtu, 26 Januari 2008

Filsafat Eksistensi Karl Jasper

I. Hidup dan Karya :
Nama : Karl Jasper
Orang tua : Carl Wilhem Jaspers dan Henriette Tantzen ( sebagai
anak sulung dan orang tua penganut Protestan Liberal)
Lahir : 23 Februari 1883 di Oldenburg, Jerman
Meninggal : 26 Februari 1969 di Basel SwissRata Kiri Kanan
Bidang yang digeluti : Psikologi, Filsafat, dan Teologi
Tokoh yang mempengaruhi : Spinoza, Kant, Hegel, Schelling, Weber, Kierkegaard,
Nietzsche
Tokoh yang dipengaruhi pemikirannya: Heidegger, Sartre, Camus, Paul Ricoeur, William
A. Earle, Hans-Georg Gadamer
Pendidikan dan karya : Gymnasium di Oldenburg 1892-1902
Hukum di Heidelberg dan Munchen (3 semester)
Kedokteran di Berlin, Gottingen, dan Heidelberg selesai
1908 dengan tesis Kerinduan dan Kejahatan
Asisten klinik psikiatri di Heidelberg 1909-1915
Dosen Psikologi di Universitas Heidelberg 1913 dan
Sebagai Guru Besar Filsafat 1921
Universitas Basel 1928 sampai meninggal
Buku-buku yang penting : Psychologie der Weltanschauungen (Psikologi
Pandangan-pandangan Dunia) 1919
Philosophie 1932
Von der Wahrheit (Perihal Kebenaran) 1947
Die Grossen Philosophen (Filsuf-filsuf Besar)1957
Der Philosophische Glaube angesichts der Offenbarung
(Kepercayaan Filosofis Berhadapan dengan Wahyu)

II. Titik Pangkal Filsafat Jasper
1. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Menurut Jasper filsafat adalah suatau gerakan pemikiran yang tidak pernah berhenti. Gerakan inimembebaskan manusia dan mengajarnya untuk melihat kenyataan sebagai suatu bahasa simbol-simbol .
Selain sebagai filusuf, Jasper lebih dulu sebagai seorang ilmuan. Dia mengungkapkan bahwa yang dapat diselidiki secara ilmiah harus diselidiki oleh ilmu pengetahuan. Filsafat yang mau mengambil peranan ilmu pengetahuan bagi dia tidak relevan. Filsafat baru relevan apabila bertolak dari ketidaktahuan, yaitu di mana manusia harus memutuskan dan menggunakan kebebasan. Dalam proses pemilihan ini (memutuskan dan menggunakan kebebasan ), manusia menjadi eksitensi melalui pilihan-pilihan.
Jika melihat dari sudut pandang di atas maka filsafat lebih dahulu dari ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sekalipun ada kemajuan selalu akan ada pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat karena pengetahuan ilmiah tidak pernah menjadi lengkap atau memberi jawaban memuaskan. Hal lain yang perlu diketahui adalah filsafat bukan sistem rumus-rumus, melainkan penerangan tindakan batin yag merupakan dasar hidup manusia. Manusia selalu lebih daripada segala sesuatu yang diketahui melalui ilmu-ilmu.
2. Filsafat Eksistensi
Menurut Jasper, Filsafat eksistensi adalah pemikiran yang memanfaatkan semua pengetahuan objektif dan juga mengatasi pengetahuan objektif itu . Melalui pemikiran itu manusia ingin menjadi dirinya sendiri karena manusia berpikir –menerangkan dengan caranya sendiri. Filsafat eksistensi bukanlah filsafat yang merenungkan kebenaran melainkan suatu praksis yaitu menghayati kebenaran. Artinya: kebenaran cara berpikir manusia dibuktikan melalui tindakannya yang berdasarkan pemikiran itu.
3. Filsafat sebagai Kepercayaan
Jesper menyebut dirinya seorang Kristen tapi dia tidak percaya Trinitas, inkarnasi dan akan suatu “wahyu khusus”. Menurut Jasper, kepercayaannya adalah “kepercayaan filsafat abadi” yang lebih tua umurnya dari pada semua agama. Kepercayaan ini mengatasi perbedaan-perbedaan antara semua agama dan memberikan pegangan jika manusia tidak menemukan pegangan dalam agama.
Manusia hanya pencari kebenaran sehingga filsafat tidak akan pernah selesai. Segala bentuk dogmatisme adalah “pengkhianatan” karena dogmatisme membekukan segala sesuatu yang tidak dapat dibekukan. Transendensi tidak dapat ditangkap, dan tidak dapat menjadi objek. Oleh karena itu pemikiran terhadap transendensi selalu berstatus kepercayaan.
III. Penerangan Eksistensi
1. Eksistensi
Jiwa dan Allah dalam bahasa filsafat disebut eksistensi dan transendensi. Eksistensi adalah kebebasan yang diisi dan tyermuat dalam waktu tetapi sekaligus mengisi waktu, karena keputusan-keputusan bebas eksistensi menentukan sesuatu untuk selama-lamanya. Sedangkan adanya manusia termasuk dunia empiris disebut Dasein (beeing there). Dasein mencapai puncaknya di dunia ini sedangkan eksistensi tidak. Eksistensi hanya dapat diterangkan melalui tanda-tanda (signa) seperti tobat, pilhan, komunikasi dan kebebasan. Manusia mengalami eksistensi sebagai sesuatu yang «diberikan kepadanya (hadiah dari transendensi).
Eksistensi membutuhkan komunikasi. Penerangan eksistensi mulai dengan komunikasi dengan eksistensi lain karena manusia tidak puas hanya mengandalkan Dasein saja. Bagi Jasper, keinginan ini merupakan alasan twerpenting untuk menjadi seorang filusuf. Ide baru dapat disebut relevan dari segi filsafat sejauh ide tersebut memajukan komunikasi. Dasar komunikasi itu akhirnya cinta.
2. Saat Keputusan
Kebebasan tidak dibutuhkan seandainya manusia mempunyai pengetahuan sempurna akan segala sesuatu dan tahu konsekuensi atas tindakan serta pilihannya. Peranankehendak bebas mulai dimana pengetahuan tidak lagi ada/manusia memutuskan karena tidak tahu. Melalui keputusan ini eksistentis berkembang.dan dalam ketidaktahuan ini eksistensi justru mengalami hubungan dengan transendensi.
3. Situasi-situasi Batas
Sebagai Dasein, manusia selalu dalam situasi-situasi tertentu yaitu situasi-situasi batas. Situasi batas yang paling umum adalah faktisitas dan nasib. Di samping itu ada situasi-situasi batas khusus, yaitu kematian, penderitaan, perjuangan, dan kesalahan.
Semua situasi batas itu mendua karena kepad eksistensi diberikan kemungkinan berkembang atau mundur, tergantung dari keputusan manusia sendiri. Ber-eksistensi atau berdiri di hadapan transendensi mencapai puncaknya dalam keputusan-keputusan yang diambil dalam situasi-situasi batas.
a. Faktisitas
Kebebasan manusia tidak dimulai dari nol karenabanyak hal sudah ditentukan oleh historisitas, latarbelakang social, jenuis kelamin, dan banyak hal yang merupakan fakta, lepas dari pilihan manusia sendiri. Namun, dalam hal ini kehendak masih mempunyai peranan apakah faktisitas ini diterima atau ditolak.
b. Nasib
Situasi batas yang palig umum, yaitu faktisitas histories. Manusia tidak menciptakan dirinya sendiri. “Untung” atau “malang“ dialami manusia sebagai kehendak di luar dirinya, ini yang disebut nasib. Sikap menerima dan mencintai dari pada mencoba untuk menolak akan memberi kesempatan untuk berkembang.
c. Kematian
Kematian baru dapat menjadi situasi batas apabila kita kehilangan orang yang kita cintai ataukematian kita sendiri yang tak dapat dihindari. Penderitaan karena keterpisahan, komunikasi terhenti membuka :rwetak” dalam “Desain” yang berakibat manusia berdiri dihadapan transendensi dan sebagai eksistensi , ia dapat berkembang. Di hadapan kematiannya manusia menyadari bahwa ia unik dan kematiannya berbeda dengan orang lain. Kesadaran terhadap keunikan ini dapat membangun eksistensi.
Mencintai hidup dan menilai hidup fana, takut akan kematian dan menyadari hakekat diri dihadapan kematian, tidak memahami sekaligus percaya kematian bukan sebuah kontradiksi. Kematian temas sekaligus musuh manusia.
d. Penderitaan
Semua bentuk penderitaan merusak Dasein sedikit demi sedikit. TApi penderitaan mendua karena dapat menjadi kesempatan eksistensi berkembang asal berani menerimanya. Dalam penderitaan manusia lebih mudah menjadi dirinya sendiri dari pada dalam keberuntungan. Manusia yang selalu beruntung cenderung menjadi dangkal.
e. Kesalahan
Tindakan manusia mempunyai akibat-akibat entah disadari maupun tidak. Manusia dapat berkembang melalui pengalaman situasi batasyang berupa kesalahan kalau ia mau menerima akibat-akibat tindakannya juga akibat0akibat yang tidak dikehendaki. Manusia harus mau mwenerima tanggung jawabnya. Orang yang melarikan diri atau mengatakan bahwa tidak ada kemungkinan lain mungkin hidup dengan tenang, tapi kehilangan kesempatan untuk mengembangkan eksistensi.
4. Kekurangan-kekurangan Dunia
Di dunia keutuhan kesempurnaan tidak dapat dicapai. Sela sesuatu yang termasuk
Dasein penuh pertentangan, cacat, dan kekerangan dan karena itu ketyentraman tidak pernah tercapai. Ketidaksempurnaan Dasein menimbulkan pertanyaan mengapa Dasein ada. Mengapa di dunia ini tidak hanya berisi hal yang baik atau sempurna saja? Pertannyaan ini menimbulkan situasi batas yang baru yang mencakup yang lain. Situasi batas ini timbul kalau eksistensi dan transendensi terikat pada historisitas Dasein. Manuisia hanya dapat mengalami eksistensi dan transendensi melalui gejala-gejala dalam dunia Dasein. Tanpa itu yang ada kekosongan.
5. Kegagalan
Kegagalan meupakan tempat pertemuan dengan transendensi. Dalam kegagalan
manusia terdampar dalam pantai transendensi. Kegagalan dan keterbatasan memperlihatkan ada sesuatu yang tak terbatas. Pemikiran ini memperlihatkan bahwa filsafat pada hakekatnya bersifat religius.
IV. Metafisika
1. Chiffer-chiffer
Kata chiffer dari bahasa Arab ‘ sifr’ yang berarti kekosongan atau nol. Bahasa chifer-chifer menjadi penengah antara transendensi dan eksistensi. Segala Sesuatu dapat menjadi chiffer.Namun manusia dapat disebut chiffer yang paling unggul. Karena banyak dimensi bertemu dalam diri manusia. Kalau manusia melihat dirinya sendiri sebagai chiffer ia dekat dengan transendensi. Tapi transendensi hanya memberitahukan bahwa ia ada, bukan bagaimana ia itu. Chiffer-chiffer merupakan bahasa sandi yang memberitahukan bahwa pengarang-pengarang chiffer ada. Metafisika sama dengan membaca chiffer-chiffer.
6. Transendensi
Transendensi tidak sama dengan Allah. Allah adalah suatu chiffer untuk kenyataan ilahi yang tak ternamai. Allah dianggap sebagai pribadi, pesona sedangkan kenyataan ilahi lebih dari itu. Manusia tidak mengenal keilahian tapimelalui kebebasannya, ia berhubungan dengannya. Kehadiran keilahian tanpa ketersembunyiannya meniadakan kebebasan . Keilahian ingin supaya manusia bebas, oleh karena itu ia sembunyi.
7. Hubungan Transendensi dengan Eksistensi
a. Penyerahan dan Perlawanan
Polaritas penyerahan dan perlawanan dalam hubungan transendensi dan eksistensi kalau manusia mulai memberontak terhadap Allah, kalau ia ingin bunuh diri, mengembalikan hidupnya, kalau menunda-nunda keputusan.
b. Naik dan Turun
Manusia hanya mengetahui dirinya pada peride tertentu mengalami perkembangan dan pada periode lain mengalamin kemunduran.
c. Hukum Siang dan Nafsu Malam
Tidak hanya manusia melainkan transendensi juga mempunyai dua wajah. Hukum siang mengatur, mengikat, kepada akal budi, dan diri manusia. Nafsu malam melepaskan semua keteraturan dan menjatuhkan manusia dalam jurang yang kosong.
d. Kesatuan dan Kekayaan Transendensi
Kalau transendensi dialami dalam macam-macam gejala hasilnya adalah suatu agama politeisme. Tetapi sesuatu yang sama aslinya dengan politeisme adalah anggapan hanya ada satu keilahian.
V. Periechontologi
1. Periechontologi
Dalam logika filosofis diselidiki batas-batas, asal, dan makna kebenaran. Bukan “ada” yang diselidiki melainkan pertanyaan bagaimana manusia berpikir tentang ada.

2. Kebenaran
Kebenaran ditemukan dalam pernyataan-pernyataan yang sah, dalam “ke-tidak-tersembunyi-an”. Kebanaran adalah kesatuan dari pengetahuan yang diketahui. Kebenaran itu abadi ada tunggal tetapi kebenaran menampakkan diri dalam bentuk-bentuk sementara dan jemuk. Di dunia ini kebenaran tidak pernah utuh.
3. Penyempurnaan Kebenaran
Kebenaran tumbuh dalam komunikasi. Dasar komunikasi adalah cinta.
Dalam cinta, manusia menjadi identik dengan dirinya sendiri. Cinta tak dapat dikehendaki , manusia mencintai sebelum ia menyadarinya. Cinta adalah kebebasan yang terisi. Cinta itu adalah eksistensi, ikatan yang memberi isi positif pada kehendak. Cinta juga keterbukaan terhadap “ada”. Baru kalau manusia mencintai, matanya terbuka kepada kebenaran.
VI. Kepercayaan Filosofis
1. Agama Wahyu dan Kepercayan Filosofis
Perbedaan paling besar antara kepercayaan metafisika dan kepercayaan
wahyu dalam cara mengakui transendensi. Filsafat percaya akan Yang Esa, sedangkan agama wahyu percaya Yang Esasebagai Allah Pribadi. Kepercayaan filosofis tidak mengenal dogma-dogma. Kepercayaan filosofis adalah kesadaran eksistensi mengenai hubungannya dengan transendensi.
Kepercayaan filsafat tidak hanya bertabrakan dengan agama tapi juga dengan ilmu pengetahuan yang didewakan hinggamengambil alih peranan agama. Kalau salah satu ilmu dijadikan lebih tinggi dari ilmu lain, maka ilmu itu jadi iman.
2. Filsafat, Teologi dan Ilmu Pengetahuan
Bidang ilmu pengetahuan adalah bidangakal budi, bidang keputusan-
keputusan intelektual. Bidang filsafat adalah bidang rasio dan keputusan-keputusan kehendak. Konflik antara ilmu pengetahuian dan teologi adalah “mengetahui” dan “percaya”. Konflik antara filsafat dan teologi adalah konflik antara dua jenis kepercayaan yaitu rasio dan wahyu. Teologi membedakan yang kodrati dan adikodrati.
3. Dialog antara Agama WAhyu dan Kepercayaan Filosifis
Kedua hal di atas mempunyai cara yang berbeda dalam berbicara soal
transendensi. Namun dalam hal prakis dua hal ini saling mendekati. Yang mengakibatkan pada ketertutupan dialog lebih pada teoritisnya bukan pada tindakan. Kepercayaan filosofis tidak dapat menerima bahwa suatu instansi di dunia menuntut hak untuk menentukan siapa yang berbicara atas nama Allah dan siapa yang tidak. Kepercayaan filosofis berpwndapat bahwa setiap pribadi bertanggung jawabsecara pribadi. Manusia diciptakan dengan kebebasan dan rasio.
Supaya dialog terjalin yang penting adalah sikap liberal terhadap bentuk-bentuk lahiriah. , perjuangan dalam kerajaan chiffer-chiffer, dan pembenaran kepercayaan melali praksis hidup. Dialog ini dapat dimulai jika kedua-duanya menyadari kekurangan terhadap yang lain.




Diringkas dari: Hamersma,H. Filsafat Eksistensi Karl Jaspers
Jakarta: Gramedia,1985., 59 hlm.

Tidak ada komentar: